Selasa, 12 Agustus 2008

Awar-awar: Roda-roda mobil mainanku

Apa yang kudapati dalam masa kanak-kanakku, ternyata belum tentu hilang begitu saja. Meski tidak serupa dulu lagi. Ternyata, kenangan tidak pernah menghilang dari ingatan. Meski menumpuk dari waktu ke waktu. Daun-daun hijau yang lebar, buah-buah kecil yang bulat, dan berdompolan.

Masih ingatkah ketika masa kanak-kanak kita bermain mobil-mobilan? Aku masih ingat betul tentang kenangan itu. Dan pada usiaku yang telah cukup jauh memahat waktu, kadang sering pula aku bertanya pada diriku sendiri. Tentang kenangan akan permainan mobil-mobilan, tentang roda-roda dari bebuahan pohon awar-awar.

Gimana aku dulu bisa bangga memandangi mobil-mobilanku dengan roda dari buah awar-awar? Seingatku, hampir tak ada mobil lewat di kampungku. Karena memang cukup jauh di pelosok desa. Jalan tanpa aspal, berdebu dan mengalir air bak sungai di musim penghujan.

Sahabat, benar adanya. Ketika aku masih kecil, melihat motor yang lewat di jalan desaku saja belum tentu satu bulan berjumpa. Aku ingat betul: ketika aku bersama parjan, temanku, rumahnya di bersebelahan dengan rumahku, kira-kira 200 meter di sebelah timur, kami sudah mulai ketakutan ketika suara motor telah menggema membelah desaku.

Aku dan Parjan berlari bersembunyi di balik tumpukan batu bata dan mengintipnya. Motor berukuran besar, mungkin bermerk BSA atau sejenisnya. Berwarna hitam dengan suara knalpot ...oblog-oblog....... Di atasnya seseorang dengan topi bundar dari mika. Wah serem betul waktu itu. Cukup cepat dan melitas lewat.

Dengan motor aja takut, gimana aku bisa menampilkan mainan mobil-mobilan waktu itu? Aku hanya menafsirkan cerita ibu dan kakak-kakakku. Mungkin mereka sudah pernah melihat mobil beneran di kota-kota. Yang aku tahu pasti, mobil memiliki roda empat. Tentang bentuknya? Yang penting panjang, lebib panjang dari motor oblog yang sering melintas di jalan desaku.

Tetapi menurut cerita yang kugali dari orang-orang tua terdahulu, pohon awar-awar ini bisa sebagai bahan parem. Untuk anak-anak kecil. Buahnya di tumbuk kemudian dioles-oleskan pada bagian tubuh. Khususnya untuk luka memar. Secara pasti aku tidak begitu tahu.

Dan yang kutahu sekarang, awar-awar masih saja tumbuh subur di pinggir-pingir selokan, pinggir-pinggir pedesaan, dan bahkan aku sering berjumpa: ia tumbuh di pinggir jalan lingkar selatan Yogyakarta. Tentu, aku tak lagi memetiknya buat roda-roda mobil mainanku. Dan semoga ia tetap tumbuh dan membuat kenangan tersendiri bagi anak-anak kita nanti..........(didik).

Tidak ada komentar: